Wedangan adalah salah satu ikon yang tak
bisa lepas dari kota solo. Sebutan Wedangan, atau angkringan, atau
hik-hikan, merujuk pada sebuah aktifitas berjualan di malam hari pada
sebuah tempat/lokasi. Yang dijual di tempat itu adalah makanan dan
minuman (wedang) semisal; wedang jahe, teh, wedang jeruk, makanan ringan
berupa tempe goreng, jadah, aneka sate, keripik, lentho, dan aneka
makanan olahan lainnya.
Akan tetapi yang paling khas dan dapat
ditemui di hampir semua wedangan adalah nasi kucing (nasi bungkus),
biasanya disediakan dalam satu porsi kecil. Seiring perkembangan waktu,
jumlah penjual wedangan di kota solo semakin bertambah, cara penyajian
pun semakin beragam.
Demikian juga pembeli yang berasal dari
beragam kalangan mempunyai banyak pilihan wedangan. Kadangkala pembeli
mendatangi wedangan bukan saja bertujuan untuk menikmati makanan yang
disajikan saja, tapi juga sekaligus mencari suasana berbeda untuk
sekedar hang out, mengobrol dengan teman akrab, menikmati
suasana kota di malam hari. Demikianlah, wedangan berkembang dari
sekedar menjual makanan dan minuman, kemudian juga berusaha menjual
suasana.
Di wedangan ini kita juga bakal gak asing denger
nama-nama hewan yang diucapin sama orang-orang yang jajan di situ, mbuh
kui asu, jangkrik dan yang lainnya karena yang mendekatkan person to
person-nya justru malah di situ. Intine aja gampang sensi, aja gampang
lara ati.
Dan perlu kita garis bawahi, satu-satunya bakul yang seneng
ditemenin sampai pagi ya cuma bakul wedangan. Saya sih agak ndak sreg ya
waktu presiden baru kita, pak Jokowi itu bilangnya kerja, kerja, kerja. lha terus wedangannya kapan, pak? Tapi ndak papa sih, yang penting di
balik ini semua kita sekalian tidak lupa sama budaya srawung.
Karena tempat yang bener-bener mewarisi budaya srawung selain arisan,
kumpul RT, ya cuma di wedangan.
Wah jadi kangen wedangan nich...
BalasHapusSalam buat bapak2 smua ya pak...
(Dimas - Panorama Indah No. 13-15)